Berkeliling Seharian di Kota Padang, Sumatera Barat

Berkeliling Seharian di Kota Padang, Sumatera Barat
Berkeliling Seharian di Kota Padang, Sumatera Barat

Setelah 1 pekan menghabiskan waktu di Banda Aceh, kami melanjutkan perjalanan menuju Sumatera Barat, tepatnya di Padang. Sesampai kami di Bandara Internasional Minangkabau, kami melanjutkan perjalanan menuju Jalan Khatib Sulaiman menggunakan Tranex Mandiri (sejenis Elf) dengan biaya Rp. 23.500 durasi perjalanan 30 menit.

Kota Tercinta dan Paris Van Andalas” itu julukan untuk kedua kota ini. Di kota inilah Bung Hatta, sang Proklamator Indonesia dilahirkan. Sumatera Barat memang punya Padang sebagai ibu kotanya, tetapi ada 1 kota yang tak kalah terkenalnya, yaitu Bukittinggi.

Sebutan “Kota Padang Tercinta” bukan gelar tanpa alasan. Kemolekan alam dan dikelilingi oleh perbukitan telah menampilkan kota Padang bagaikan sebuah mimpi. Ada sungai Batang Arau yang memisahkan antara Padang dengan bukit Sentiong.

Sumatera Barat objek wisatanya boleh dibilang lengkap. Mau wisata alam? Berlimpah, mulai dari danau, air terjun dan juga pantai. Mau wisata sejarah? Sangat banyak. Wisata budaya? Jumlahnya tak terbilang. Wisata kuliner? Jangan ditanya lagi, sangat lengkap dan variatif

Kota Bukittinggi terletak di pegunungan Bukit Barisan, sekitar 90 km dari kota Padang. Bukittinggi ada ditepi Ngarai Sianok dan dikelilingi oleh 2 gunung, yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Cuaca di Bukittinggi cukup sejuk karena berada di ketinggian 909 sampai 941 mdpl.

Perlu untuk diketahui, Bukittinggi ini seperti Lembang-nya Bandung, Kaliurang-nya Jogja dan Sembalun-nya Lombok. Namun memang cukup jauh dari pusat kota Padang, tempat yang cocok bagi para pelepas penat.


 

Pantai Padang

Tempat yang pertama kali kami kunjungi adalah Pantai Padang. Karena berada dikawasan perkotaan, tidak sulit bagi kami untuk mengunjunginya. Bahkan bagi yang pertama kali menginjak kaki di kota Padang, tidak akan sampai tersesat dan salah jalan menuju pantai Padang. Ditemani oleh teman saya waktu di Madrasah Aliyah yang waktu itu sedang bekerja di Kota Padang.

Bagi traveler yang akan datang ke kota Padang, begitu sampai di Bandara Internasional Minangkabau dapat menyewa mobil dan menempuh perjalanan darat sejauh 23 km dalam waktu kurang lebih 30 menit. Untuk traveler yang sudah berada di pusat kota Padang, dapat menggunakan angkutan kota jurusan Tabiang untuk sampai di pantai Padang.

Selain menikmati keindahan laut dan pantai, kita juga dapat mengabadikan moment dengan berselfie ria di spot-spot cantik yang ada di Taman Muaro dan spot ini tidak akan kalian jumpai di objek wisata lain, yaitu Monumen Merpati Perdamaian dan Tugu IORA (Indian Ocean Rim Association) bentuknya menyerupai rambu petunjuk arah bertuliskan nama negara tergabung di dalam Asosiasi Negara di Kawasan Sumudra Hindia.

Tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah besar, untuk masuk ke pantai Padang hanya dikenakan membayar parkir Rp. 2.000 untuk kendaraan roda dua dan Rp. 5.000 untuk kendaraan roda empat. Walaupun gratis, pantai Padang menyediakan berbagai fasilitas umum seperti musholla, kamar mandi dan pos keamanan.

Di sekitar pantai Padang, kalian akan menemukan banyak tempat makan dengan harga terjangkau. Ada pensi, langkinang, jagung bakar dan yang lainnya pas banget di kantong. Meski harganya murah, tapi cita rasanya enggak murahan lho.

Masjid Raya Sumatera Barat

Salah satu tempat yang tidak boleh dilewatkan selama di kota Padang adalah Masjid Raya Sumatera Barat. Landmark baru dengan arsitek yang sangat indah. Masjid ini merupakan terbesar di Sumatera Barat, berada di lokasi yang sangat strategis. Tepatnya di perempatan Jalan Khatib Sulaiman dan Jalan Ahmad Dahlan kota Padang. Masjid ini memiliki luas sekitar 40.343 meter persegi dengan bangunan utama terdiri dari 3 lantai.

Masjid Raya Sumatera Barat memiliki bentuk terbilang unik, masjid pada umumnya memiliki kubah di bagian atas, masjid ini tidak memiliki kubah. Masjid ini memiliki 4 sudut lancip mirip dengan desain atap Rumah Gadang. Memiliki ukiran khas Minang dan kaligrafi pada dinding luar masjid. Masjid ini memiliki nama lain, yaitu Masjid Mahligai Minang.

Desain masjid ini terinspirasi dari 3 simbol, yaitu sumber mata air, bulan sabit dan rumah gadang. Tak hanya berfungsi sebagai tempat untuk ibadah, masjid berkapasitas 20.000 jamaah dengan lantai dasar menampung 15.000 jamaah sedangkan lantai kedua dan ketiga sekitar 5.000 jamaah. Masjid ini juga dirancang tahan gempa bumi hingga 10 SR, juga bisa digunakan untuk shelter atau lokasi evakuasi bila sewaktu-waktu terjadi bencana tsunami. Woww, keren ya!!

Masjid ini menggabungkan unsur sejarah Islam dan tradisi masyarakat Padang, yakni “adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah”, artinya “adat bersendikan kepada agama dan agama bersendikan kitabullah”. Ketika singgah di Kota Padang, sempatkan untuk beribadah di Masjid Mahligai Minang ini ya!!

Istano Basa Pagaruyung

Jika dilihat dari tata bahasa masyarakat Minang, pagaruyung merupakan gabungan kata paga dan ruyung. “Paga” dapat diartikan sebagai pagar dan “ruyung” merujuk kepada pohon nibung atau sebagian masyarakat Minangkabau merujuk kepada pohon kelapa.

Untuk berkunjung ke Istano Basa Pagaruyung dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi. Kami menyewa mobil Avanza dengan rate Rp. 400.000 perhari, sudah termasuk supir tanpa bensin. Untuk kendaraan umum memang agak jarang akses yang bisa di lewati.

Jarak tempuh menuju Istano Basa Pagaruyung dari kota Padang sekitar 110 km, dari pusat Batusangkar sekitar 5 km, ditempuh melalui Bukittinggi sekitar 45 km, dari Payakumbuh sekitar 40 km dan dari Solok sekitar 55 km. Lokasi Istano Basa Pagaruyung ini berada di Jalan Sutan Alam Bagagarsyah, Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar.

Untuk dapat masuk ke dalam Istano Basa Pagaruyung, dikenakan biaya sebesar Rp. 7.000 untuk kategori dewasa dan Rp. 5.000 untuk kategori anak-anak. Istana ini berbentuk rumah panggung dengan atap mirip tanduk kerbau. Orang Minangkabau menyebutnya dengan gonjong. Terdapat 11 gonjong unik dengan atap terbuat dari ijuk (diolah dari pohon aren).

Perlu di ketahui bahwa, kondisi dari Istano Basa Pagaruyung mengalami replika dari istana aslinya, dimana istana ini pernah mengalami kebakaran sehingga dilakukan pembangunan ulang. Namun, Istano Basa Pagaruyung yang sekarang tetap menjaga arsitektur budaya Minangkabau dan tidak menghilangkan corak warna, tata ruang dan lain sebagainya.

Istana ini memiliki 3 lantai dengan 72 tonggak utama sebagai sebagai penyangga. Lantai pertama memiliki ruang sangat besar sebagai tempat utama sang Raja dalam memimpin pemerintah. Pada lantai ini juga terdapat kamar sang putri raja yang telah menikah.

Lantai kedua istana ini memiliki ruang hampir sama dengan lantai pertama, ini untuk putri raja yang belum menikah sebagai tempat aktivitas. Untuk lantai ketiga, ruang tidak terlalu besar untuk digunakan oleh sang raja dan permaisurinya untuk melihat keadaan istana di luar.

Jam Gadang

Ini pertama kali saya berkunjung ke Bukittinggi, sangat antusias menyaksikan pemandangan yang sangat hijau. Segar sekali rasanya walaupun jalan yang ditempuh menanjak, terjal, melewati tebing dan ditempuh selama 3 jam karena kondisi waktu itu agak macet.

Kami pun sampai di titik 0 km kota Bukittinggi-Padang pukul 17.30 WIB, yaitu Jam Gadang. Kurang lebih kondisinya seperti kota tua-nya Fatahillah Jakarta Barat atau Malioboro-nya Yogyakarta. Banyak jajanan khas Minangkabau di sekitaran Jam Gadang, yang jaraknya tinggal jalan kaki saja.

Jam Gadang memiliki tinggi 26 meter bergaya Belanda. Jam Gadang terletak di pusat kota Bukittinggi dan telah mengalami 3 kali renovasi bagian atapnya. Perlu di ketahui, Jam Gadang sebagai icon masyarakat Bukittinggi dan menjadi pusat dari perekonomian terbesar di Sumatera Barat.

Area sekitar Jam Gadang masih sangat ramai dikunjungi, rupanya memang area tongkrongan di Bukitinggi. Pengunjung pun bervariasi, mulai dari remaja, orang tua hingga anak-anak. Jangan khawatir untuk mengabadikan moment seru, karena di area ini menyediakan jasa foto dengan background Jam Gadang.

Ngak afdol rasanya jika berkunjung ke Sumatera Barat tanpa berpose dulu di Jam Gadang. Saat perjalanan pulang, saya berandai-andai, semoga Kota tercinta dan Paris Van Andalas tetap mempertahankan identitas yang sudah melekat di masyarakat Indonesia.

Jalan-jalan di Sumatera Barat tidak akan cukup dalam waktu beberapa hari saja. Semoga, lain kali bisa kembali dan mengeksplor sisi lain dari Sumatera Barat ya!! Luangkan sebagian kecil saja waktu untuk membagikan artikel ini kepada teman-teman Anda. 

Post a Comment

0 Comments